NPM : 22213306
Kelas : 4EB10
Tugas
Softskill Etika Profesi Akuntansi
Materi
ke-7
Etika
Bisnis Dalam Akuntan Publik
Etika profesional
dikeluarkan oleh organisasi bertujuan untuk mengatur perilaku para angota dalam
menjalankan praktek profesinya. Etika profesi bagi praktek akuntan di Indonesia
disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
( IAI ) ditambah dengan NPA dan SPAP. Kantor akuntan publik merupakan tempat
penyediaan jasa yang dilakukan oleh profesi akuntan publik sesuai dengan
Standar Peraturan Akuntan Publik ( SPAP ). Akuntan publik berjalan sesuai
dengan SPAP karena akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi,
akuntansi dan review serta jasa akuntansi.
Suatu organisasi profesi
memerlukan etika profesional karena organisasi profesi ini menyediakan jasa
kepada masyarakat untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu hal yang
memerlukan penelitian lebih lanjut dimana akan menghasilkan informasi yang
lebih akurat dari hasil penelitian. Jasa seperti ini memerlukan kepercayaan
lebih serius dari mata masyarakat umum terhadap mutu yang akan diberikan oleh
jasa akuntan. Agar kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik
semakin tinggi, maka organisasi profesional ini memerlukan standar tertentu
sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatannya.
Prinsip etika akuntan
atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI,
1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan
hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut
terdeskripsikan sebagai berikut:
1. Tanggung
Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan
moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan
Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
4. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
7. Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
8. Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Tanggung
Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik Sebagai Entitas Bisnis
Gagasan bisnis
kontemporer sebagai institusi sosial muncul dikembangkan berdasarkan persepsi
yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini
diartikulasi secara jelas oleh Milton Friedman yang memaparkan bahwa tanggung
jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan
untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan
permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh
penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk
memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri,
setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan
satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi
diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran.
Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi
masyarakat.
Krisis
dalam Profesi Akuntansi
Tekanan pemaksimalan
Profit saat ini membawa profesi akuntan ke dalam krisis. Profesi dituntut untuk
melakukan tindakan dalam berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi
agar dapat bersaing dengan iklim persaingan yang semakin ketat. Dala hal ini,
seluruh tindakan yang diambil justru membuat profesi berada dalam kondisi yang
membahayakan dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun, di pihak lain
akuntan dipaksa untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada
serangkaian aturan yang harus ditaati. Akuntan harus tetap bersikap objektif, jujur,
adil, tepat, independen, bertanggung jawab dan berintegritas dala menjalankan
tugasnya. Motivasi untuk berperilaku etis sangat penting karena dengan
berperilaku etis dapat memberikan kontribusi diantaranya keuntungan jangka
panjang bagi perusahaan, integritas personal dan kepuasan bagi pihak yang
terlibat dalam bisnis tersebut, kejujuran dan loyalitas karyawan serta
confidence dan kepuasan pelanggan. Perusahaan seharusnya memperhatikan tanggung
jawab sosial yang bertujuan untuk mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak
keberadaan suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan perusahaan yang mementingkan
keuntungan jangka pendek. Perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan
jangka pendek ini cenderung kurang memperhatikan masalah etika dan integritas.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi
oleh Akuntan, sebagai berikut:
1. Berkaitan
dengan earning management
2. Pemerikasaan
dan penyajian terhadap masalah akuntansi
3. Berkaitan
dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan
keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
4. Independensi
dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan pintas untuk
menghasilkan uang dan tujuan praktek selain untuk mendapatkan laba.
5. Masalah
kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri
dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila
akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
Regulasi
Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah
berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk
mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku
bagi para akuntan, terutama akuntan publik. Kode etik IAI terdiri dari:
1. Prinsip
etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku
etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
2. Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan
objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien,
tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3. Interpretasi
Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Di Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh
sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer
Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen
Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan
BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan
dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpian KAP.
Meskipun telah dibentuk
unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian
pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI
telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya
akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan
publik masih tetap ada.
Peer
Review
Peer review atau
penelaahan sejawat ( Bahasa Indonesia ) merupakan suatu proses pemeriksaan atau
penelitian suatu karya atau ide pengarang ilmiah oleh pakar lain di suatu
bidang tertentu. Orang yang melakukan penelaahan sejawat disebut penelaah
sejawat atau mitra bestari ( peer reviewer ). Proses ini dilakukan oleh editor
atau penyunting untuk memilih dan menyaring manuskrip yang dikirim serta
dilakukan oleh badan pemberi dana untuk memutuskan pemberian dana bantuan. Peer
review ini bertujuan untuk membuat pengarang memenuhi standar disiplin ilmu
yang mereka kuasai dan standar keilmuan pada umumnya. Publikasi dan penghargaan
yang tidak melalui peer review ini mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan
profesional pada berbagai bidang. Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang
ditemukan kesalahan, penipuan ( fraud ) dan sebagainya yang dapat mengurangi
reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang terpercaya.
Contoh
Kasus :
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya
kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan
yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga
berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Diduga terjadi manipulasi data dalam
laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT
KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan
itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan
publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan
direksi PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang
saham, dan komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah
hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT KAI tahun 2005 :
Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak
pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan
PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak
(SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya
menanggung beban pajak itu. Padahal tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai
kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa
saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6
Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
Bantuan pemerintah yang belum ditentukan
statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan
penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan
dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi
menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai
bagian dari modal perseroan.
Manajemen PT KAI tidak melakukan
pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak
yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya
diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan
keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI
tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang
baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang
telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek.
Kasus PT KAI di atas menurut beberapa
sumber yang saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya menguasai prinsip
akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan
karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa menyebabkan
masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005
disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat
kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan
masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar
akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun
2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta
api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang
mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme,
netralitas, dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu
harus diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati
harus dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan
dengan kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna
mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang
dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu
dilakukan.
Sumber : Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus
2006 dan 8 Agustus 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar